Minggu, 06 Juni 2010

DUKUNG Drs. FIRMAN HAREFA S.Pd M.Si MEMAJUKAN KOTA GUNUNGSITOLI




Butuh sosok pemimpin yang bisa menggerakkan Gunungsitoli lebih maju.


Drs. Firman Harefa, S.Pd

Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut dan Kepelabuhanan Kantor Administrator Pelabuhan Kelas I Dumai – Riau
Pada spanduk seminar yang ditaja DPP HIMNI (Himpunan Masyarakat Nias) tanggal 6 Desember 2008 di Grand Menza, Jakarta, ada sesuatu mengusik sensitifitas saya. Tertulis begini, ”Seminar Nasional Kesinambungan Percepatan Rekonstruksi Kepulauan Nias…….”.

Apa yang janggal pada tulisan tersebut? Kalau merasa wajar-wajar saja, ya memang sangat wajar dan tak ada salahnya kalimat itu. Tapi bagi yang sensitif dan teliti, tentu akan punya pandangan lain selain kewajaran belaka.

Sesuai judul tulisan ini, barangkali sudah terjawab pertanyaan diatas. Ya, kata kepulauan itulah yang menarik dicermati. Ingin saya bertanya mengapa panitia menggunakan kata kepulauan di spanduk itu, sebab lazim digunakan adalah kata pulau. Berhubung seminar tidak membahas soal ini, ya sudahlah, barangkali panitia punya argumentasi yang dapat diterima, pikir saya.

Meski demikian, soal kata pulau dan kepulauan memang perlu diperbincang dan diperdebatkan. Ini menjadi penting dalam rangka membangun Nias yang kini ada lima pemerintah daerah menaunginya.

Terlebih dari segi kebijakan yang berkaitan dengan aturan dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Kita, ono niha dimanapun berada, harus punya kesamaan sikap menyepakati sebutan apa untuk tano niha tercinta. Pulau Nias atau Kepulauan Nias?

Secara harfiah, pulau adalah daratan yang dibentuk secara alami dan dikelilingi oleh air. Lebih kecil dari benua dan lebih besar dari karang. Sedangkan kepulauan berarti kumpulan dari pulau-pulau.

Berdasar geografis, wilayah Nias yang selama ini lazim disebut Pulau Nias terdiri 132 buah pulau dan yang dihuni sebanyak 37 buah. Dari kondisi ini, tak terbantahkan bahwa wilayah Nias adalah sebuah kepulauan yang berarti banyak memiliki pesisir dan laut. Namun, dari keseluruhan pulau yang ada, Pulau Nias dengan luas 5.625 KM persegi lebih populer dan sering disebut. Sedangkan pulau-pulau lainnya, masyarakat luar banyak yang tak tahu.

Tulisan ini bukan mengajak kita terjebak pada makna harfiah tersebut. Saya menulis lebih kepada semangat membangun Nias jika kita sepakat kalau ia disebut Pulau atau Kepulauan. Sebab, bagi saya, Nias tetaplah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan oleh perbedaan penyebutan.

Dalam konsep membangun, mengapa harus kita bahas penyebutan pulau atau kepulauan untuk Nias?

Sederhana sekali jawabannya dan ini sangat mempengaruhi pembangunan. Kita tahu Indonesia adalah negara maritim kepulauan. Oleh sebab itu, kekuatan pembangunan di laut haruslah mendapat perhatian ekstra.

Hemat saya, suatu daerah kepulauan akan maju apabila sarana transportasi lautnya kuat. Sebab, hanya dengan transportasi laut yang bisa menghubungkan pulau-pulau yang ada di dalam wilayah kepulauan.

Di Nias, justru menurut saya inilah titik kelemahannya. Mengharapkan transportasi laut yang dikelola secara bisnis, barangkali bukanlah sebuah pilihan bagi pengusaha yang selalu menghitung laba. Pemerintah daerah pun, saya kira akan menempuh hal serupa dengan berbagai keterbatasan yang sulit dicari jalan keluarnya.

Disinilah perlu kejelian. Sebab membangun daerah tak cukup hanya dengan semangat atau keinginan semata. Harus juga dibarengi dengan strategi atau perencanaan matang sehingga hasil yang dicapai bisa maksimal.

Kita setuju, karakter Nias adalah kepulauan bukan? Maka, pada perencanaan pembangunan misalnya, antara pulau dengan kepulauan jelas tak sama. Kalau pulau, maka pembangunan terfokus pada satu wilayah saja. Sedangkan kalau kepulauan maka fokus pada beberapa wilayah dan untuk membangunnya harus dimulai dari memperkuat pembangunan transportasi laut. Sama halnya soal pemberdayaan masyarakat, konsep pengembangan SDM, keamanan dan lainnya.

Untuk memulainya, tak ada salah menurut saya pemerintah daerah di Nias, terutama Kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Nias Barat –yang wilayahnya memiliki banyak pulau– berusaha memperoleh bantuan dari pemerintah pusat akan adanya armada kapal khusus diserahkan ke daerah untuk dioperasikan dalam rangka menghubungkan daerah-daerah terpencil dalam daerah kepulauan. Saya contohkan kapal (MV Gunung Bintan) yang diserahkan oleh Menteri Perhubungan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) beberapa waktu lalu. Kapal itu sangat bermanfaat bagi masyarakat. Membuka keterisoliran sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Selanjutnya, karena Nias sebagai wilayah kepulauan, maka armada laut yang kuat untuk menjaga keamanan serta menjaga segala SDA (Sumber Daya Alam) harus dimiliki. Pengamatan saya, hal ini sangat lemah di Nias. Sebuah wilayah yang sebagian besarnya adalah laut hanya ada pos Angkatan Laut (AL) dengan personil sangat tak seimbang. Sudahlah itu, kapal patroli pun tak punya barangkali.

Menyikapi ironi ini, sesuatu yang wajar kiranya Pemerintah Daerah di Kepulauan Nias mengusulkan ke Pemerintah Pusat (Mabes TNI), agar status Pos Angkatan Laut yang ada ditingkatkan menjadi Pangkalan TNI AL, malah jika perlu setingkat Pangkalan Utama (Lantamal). Secara geografis, kepulauan ini berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan Benua Australia serta merupakan salah satu pulau terluar yang rawan gangguan keamanan negara dan rawan pencurian sumber daya alam.

Strategi berikutnya, pengembangan pulau-pulau yang ada harus dilakukan secara terkoordinasi agar memiliki daya tarik sendiri-sendiri sehingga bisa menjadi obyek wisata andalan Kepulauan Nias dimasa datang. Memang tak mudah mewujudkan semua itu. Tapi minimal berencana ke arah itu, tentu sudah merupakan wujud nyata atas kepedulian ke arah yang lebih baik untuk Kepulauan Nias.

Jika demikian, ada baiknya mulai saat ini kita lebih populerkan pemakaian kata kepulauan dalam segala administrasi. Harapannya, tentu akan mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat karena secara karakter pun, Indonesia adalah negara kepulauan. Filosofinya, membangun Indonesia yang kuat, ya tak bisa tidak harus membangun Nias yang kuat. Sebab Nias adalah bagian dari Indonesia bukan?.

Pun, mulai saat ini Pemda di Nias harus bervisi membangun Nias sebagai daerah kepulauan serta jangan lagi semata-mata hanya fokus mencurahkan pembangunan berorientasi daratan. Nias bukan merupakan daratan luas. Pembangunan berorientasi ke darat bisa dikatakan sebagai warisan kolonial yang secara tak langsung mengubah karakter masyarakat Nias.

Satu hal lagi. Jika kelak Nias berwujud provinsi, maka seyogyanya lah kita namakan Provinsi Kepulauan Nias.

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template Starry by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP